definisi qadha
klik disini untuk mengunduh
zakat fitrah
klik disini untuk mengunduh
Sabtu, 11 Agustus 2012
Octapharma Menargetkan Resiko Utama Pengobatan Hemofilia-Antibodi FVIII
Memperkenalkan Rekombinan Pertama FVIII Yang Diproduksi Dari Rangkaian Sel
Manusia
Octapharma AG merupakan pemimpin dari insiatif internasional yang fokus
pada pemberantasan resiko-resiko utama yang berkaitan dengan terapi
hemofilia–anti-faktor VIII (FVIII) antibodi, yang juga dikenal sebagai zat
penghambat. Insiatif ini, bersama dengan upaya-upaya Octopharma dalam pembuatan
terapi rekombinan pertama FVIII yang diproduksi dari sebuah lini sel manusia,
dapat secara dramatis berdampak pada pengobatan sekitar satu dari setiap 5.000
hingga 10.000 laki-laki yang lahir dengan hemofilia di seluruh dunia. Di
seluruh dunia, 75 persen kasus hemofilia tidak terdiagnosa atau tidak
tertangani.
Octapharma AG, produsen produk-produk plasma terbesar ketiga dunia,
baru-baru ini datang bersama sejumlah peneliti penggumpalan darah untuk
menghadiri dua simposium mengenai pentingnya isu ini selama penyelenggaraan
Kongres Dua Tahunan Masyarakat Internasional Thrombosis and Haemostasis (ISTH)
di Boston. Octapharma merupakan satu dari hanya lima sponsor Platinum di
Kongres ISTH, yang akan dihadiri sekitar 7.500 perwakilan dari masyarakat
peneliti dan kedokteran serta sejumlah pasien.
Para ahli pengobatan mencatat selama simposium itu terdapat hingga 40
persen dari pasien yang tidak tertangani sebelumnya (PUPs) dengan hemofilia A
lanjutan paling serius mengalami komplikasi dari terapi penempatan
FVIII–pemberantas antobodi–di mana dapat menyebabkan terjadinya pendarahan,
dan kerusakan lainnya, yang bisa menyebabkan kematian.
“Kami membawa masyarakat internasional untuk memerangi kasus tersebut
sebab komitmen kami kepada penderita hemofilia A di seluruh dunia kembali ke
pembetukan Octapharma 25 tahun lalu,” kata Vice Chairman Octapharma AG, Kim
Bjornstrup. “Terapi pertama kami adalah mengembangkan masyarakat hemofilia dan
hari ini sebagian besar para pembela pasien hemofilia mengatakan bahwa
perkembangan zat penghambat merupakan penghalang terbesar bagi pengobatan yang
efektif. Octapharma fokus pada inovasi pengembangan strategi yang akan membantu
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mencari pengobatan yang efektif dan
mengembangkan produk-produk untuk mengatasi hambatan ini.”
Octapharma mensponsori simposium “Pencegahan dan Pemberantasan Zat
Penghambat FVIII: Menjembatani Laboratorium dan Lahan Penelitian” diketuai oleh
David Lillicrap, M.D., Profesor Patologi dan Pengobatan Molekular di Queen
University di Ontario, Kanada dan Georges E. Rivard, M.D., Profesor Pediatrics
di Universite de Montreal. Simposium memberikan kesempatan untuk membahas data
pendukung baru-baru ini menggunakan faktor von Willebrand (VWF)/FVIII untuk
Immune Tolerance Induction (ITI) bagi pasien hemofilia A dengan prognosis minim
untuk hasil ITI yang sukses.
Para penyaji akan menkaji ulang keseimbangan antara aspek klinis dan
praklinis atas pencegahan dan pemberantasan zat penghambat. Selain itu, data
klinis prospektif terakhir yang diperoleh dengan pengklasan berbeda FVIII yang
digunakan untuk pengobatan ITI akan disajikan bersamaan dengan kemajuan terkini
dari studi penyelidikan lebih lajut dari resiko perkembangan zat-zat penghambat
di sejumlah pasien hemofilia.
“Kian banyaknya pengalaman pengobatan selama ini menunjukkan bahwa
VWF-yang berisi FVIII meningkatkan kemungkinan kesuksesan khususnya pada
pasien-pasien dengan faktor-faktor penunjuk yang minim,” kata penyaji simposium
Wolfhart Kreuz, M.D dari Hemophilia Comprehensive Care Centre di Johann
Wolfgang Goethe University Hospital di Frankfurt, Jerman. “Kesuksesan ITI
membawa normalisasi FVIII, sehingga memungkinkan terapi secara efektif dengan
peningkatan berkesinambungan dalam kualitas hidup pasien dan menurunkan biaya
pengobatan.”
Simposium yang disponsori Octapharma “Dari Manusia ke
Manusia-Memperkenalkan Recombinant Pertama FVIII yang diproduksi Dari Lini Sel
Manusia” diketuai oleh Edward G.D. Tuddenham, M.D., Direktur The Katharine
Dormandy Haemophilia Center & Thrombosis Unit di London, dan Johannes
Oldenburg, M.D., Ph.D., Kepala dan Direktur Institute of Experimental
Haematology and Transfusion Medicine di Bonn, Jerman.
“Dua puluh tahun setelah dimulainya percobaan klinis dengan konsentrat
rFVIII yang dilakukan dalam sel-sel hamster, senyawa baru rFVIII masuk dalam
studi klinik baru-baru ini,” kata Dr. Tuddenham. “Tujuan utama di belakang
perkembangan rFVIII baru ini adalah mengurangi tantangan menyeluruh dari
tantangan immunogenic (dan hasil pembentukan zat penghambat) bagi pasien
hemofilia selama terapi penempatan rFVIII. Bagian penting dari strategi ini
adalah pengembangan protein manusia rFVIII yang menggunakan sistem protein
berbasis sel manusia sebagai pengganti penggunaan lini sel turunan hamster yang
telah ada.”
Simposium tersebut membahas keuntungan menggunakan protein yang berbasis
sel manusia; karakterisasi pra klinik dan sejumlah fungsi dari faktor
rekombinan pertama VIII (rFVIII) dari lini sel manusia; dan program rencana
global klinik dengan rFVIII baru hasil turunan dari sel manusia. Penyeldikan
aplikasi obat baru untuk lini sel manusia Octapharma rFVIII telah disimpan di
Amerika Serikat (AS) pada Mei 2008. Percobaan-percobaan klinik yang dimulai di
Rusia pada musim semi 2009 dan diharapkan mulai dilakukan di AS akhir tahun
ini. Selain itu, Octapharma memiliki produk-produk lini sel manusia rekombinan
lainnya dalam berbagai perkembangan.
Selama simposium, akan disajikan pula kemungkinan keuntungan yang
diperoleh dengan menggunakan lini sel manusia untuk produksi rekombinan FVIII.
Hal itu termasuk ketiadaan pengoyakan antigen epitopes Gal-1,3-Galactose dan
N-glycolyl-neuraminic-acid pada protein FVIII, di mana dapat mengurangi
immunogenicity dibandingkan produk rekombinan faktor VIII yang dipasarkan
baru-baru ini yang semuanya merupakan turunan dari lini sel hamster dan juga
potensi peningkatan yang dapat ditoleransi.
Octapharma AG
Octapharma AG berkantor pusat di Lachen, Swiss, produsen produk-produk
plasma terbesar ketiga di dunia dan telah komit untuk perawatan pasien dan
inovasi kedokteran selama lebih dari 25 tahun. Bisnis inti Octapharma adalah
mengembangkan, memproduksi dan menjual terapi-terapi protein manusia kualitas
tinggi baik yang berasal dari plasma manusia dan lini sel manusia, termasuk
immune globulin intravenous (IGIV). Di AS, produk IGIV Octapharma, octagam(R)
(immune globulin intravenous [human] 5%), digunakan untuk pengobatan kelainan
pada sistem kekebalan dan Albumin Octapharma (Human) diindikasikan untuk
membangun dan merawat volume sirkulasi darah. Octapharma memperkerjakan lebih
dari 3.000 orang dan mempunyai pengalaman biofarmasi di 80 negara di seluruh
dunia, termasuk Amerika Serikat, di mana Octapharma USA berkantor pusat di
Hoboken, N.J. Octapharma mengoperasikan dua lokasi produksi di bawah lisensi
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, memberikan fleksibilitas produksi tingkat
tertinggi dan meminimalkan kelangkaan produk. Untuk informasi lebih lanjut,
kunjungi www.octapharma.com
Pernyataan Berwawasan Ke Depan
Siaran pers ini berisi pernyataan berwawasan ke depan, di mana termasuk
resiko-resiko yang dikenal maupun tidak dikenal, ketidakpastian dan
faktor-faktor lain yang tidak di bawah pengawasan perusahaan. Perusahaan
berasumsi tidak mempunyai kewajiban apapun untuk memperbaharui pernyataan
berwawasan-ke depan ini atau konfirmasi atas kejadian dan perkembangan yang
terjadi di masa datang. Faktor-faktor ini termasuk hasil-hasil dari penelitian
saat ini atau yang tertunda dan perkembangan kegiatan dan aksi yang dilakukan
oleh FDA atau badan berwenang lainnya.
SUMBER: Octapharma AG
TAHAP PERTUMBUHAN GIGI
1. Inisiasi (bud stage)
Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu pada
lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya. Hasilnya
adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas sampai
seluruh bagian rahang atas dan bawah.
2. Proliferasi (cap stage)
Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi,
memadat, dan bervaskularisasi membentuk papil gigi yang kemudian membentuk dentin
dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi danpapila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi sementum,
membran periodontal, dan tulang alveolar.
3. Histodiferensiasi (bell stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner email
epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas yang akan
berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari papila gigi menjadi odontoblas
yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.
4. Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk menghasilkan
bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai.
Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupasehingga batas antara epitel email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel
junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khusus yaitu
bertindak sebagai pola pembentuk setiap macam gigi. Terdapat deposit email dan matriks
dentin pada daerah tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan
gigi sesuai dengan bentuk dan ukurannya.
5. Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum.
Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan telah
terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
sedikit berbagi
kelenjar saliva
morfologi gigi desidui dan gigi permanen
klik untuk mengunduh
sistem energi
klik untuk mengunduh
morfologi gigi desidui dan gigi permanen
klik untuk mengunduh
sistem energi
klik untuk mengunduh
Sejarah Hari Pramuka 14 Agustus
Salam Pramuka !
Setiap tahun kita memperingati Hari Pramuka, namun tahukah pembaca sekalian bahwa perayaan tahunan Pramuka ini tidak terlepas dari perjuangan para kakak-kakak kita di masa lalu. Banyak yang mengira bahwa Hari Pramuka yang diperingati tanggal 14 Agustus ini adalah hari kelahiran Lord Baden Powell, namun anggapan tersebut salah. Maka dari itu untuk meluruskan sejarah marilah kita menyimak sejarah hari pramuka ini.
Karena gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jika kita ingin mengetahui latar belakang lahirnya gerakan Pramuka mari kita mengkaji kejadiaan di sekitar tahun 1960. Awalnya peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330 C yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila.
Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Presiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Pada hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka.
Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
2· Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
3· Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
2. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.
Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai. Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka di Indonesia.
Semoga artikel ini memberikan pencerahan kepada kita mengenai arti sebenarnya dari Hari Pramuka yang setiap tahun diperingati 14 Agustus.
Setiap tahun kita memperingati Hari Pramuka, namun tahukah pembaca sekalian bahwa perayaan tahunan Pramuka ini tidak terlepas dari perjuangan para kakak-kakak kita di masa lalu. Banyak yang mengira bahwa Hari Pramuka yang diperingati tanggal 14 Agustus ini adalah hari kelahiran Lord Baden Powell, namun anggapan tersebut salah. Maka dari itu untuk meluruskan sejarah marilah kita menyimak sejarah hari pramuka ini.
Karena gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jika kita ingin mengetahui latar belakang lahirnya gerakan Pramuka mari kita mengkaji kejadiaan di sekitar tahun 1960. Awalnya peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330 C yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila.
Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Presiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Pada hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka.
Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
2· Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
3· Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
2. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.
Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai. Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka di Indonesia.
Semoga artikel ini memberikan pencerahan kepada kita mengenai arti sebenarnya dari Hari Pramuka yang setiap tahun diperingati 14 Agustus.
Respon Rasa Sakit
Sakit adalah mekanisme perlindungan diri dalam tubuh yang akan muncul ketika suatu jaringan mengalami kerusakan. Dan ini menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri. Sebagai contoh sederhana, duduk di kursi yang terlalu lama akan menyebabkan kerusakan jaringan karena kurangnya aliran darah pada kulit karena tertekan oleh berat badan.
Hal ini menyebabkan kondisi iskemia dan rasa sakit pada area kulit tersebut. Pada orang normal, dia akan merubah posisi duduknya atau bahkan berdiri untuk mengurangi rasa sakitnya, tetapi pada orang yang kehilangan sensasi sakit, seperti pada penderita kelainan batang otak (spinal cord injury), dia tidak akan beranjak dari tempat duduknya. Hal ini akan menyebabkan ulserasi pada kulit yang mengalami tekanan. Ini membuktikan bahwa masing-masing individu memiliki reaksi sakit yang berbeda-beda meskipun menerima rangsangan nyeri yang sama.
“Sakit dan senang adalah hal sederhana yang tidak dapat didefinisikan”
- Quotes : Burke
Reaksi Sakit
Karena mekanisme persepsi rasa sakit bekerja dengan prinsip ‘semua atau tidak’ umumnya dianggap bahwa bila satu unit stimulus diaplikasikan ke kedua individu, kedua individu ini seharusnya mempersepsi jumlah rasa sakit yang sama. Namun, ternyata dari pengalaman terlihat bahwa pada sistuasi ini salah satu individu bisa saja menangis dan berguling-guling kesakitan sedang individu lainnya tampaknya tidak mengacuhkan rasa sakit yang dideritanya.
Respons yang bervariasi terhadap stimulus sakit yang identik bukan disebabkan oleh perbedaan persepsi rasa sakit tetapi disebabkan oleh variasi reaksi rasa sakit. ‘Reaksi rasa sakit’ adalah istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan integrasi dan apresiasi rasa sakit pada sistem saraf pusat di korteks dan thalamus posterior.
Pada penelitian klinis terlihat adanya berbagai faktor yang menyebabkan variasi intensitas rasa sakit dan respon pasien, tidak saja antar individual namun juga dari waktu ke waktu pada satu individu.
Berikut adalah penggolongan rasa sakit menurut Price (2006):
Persepsi Rasa Sakit
Kulit yang membungkus tubuh dan membran mukosa yang mngelilingi beberapa orifice biasanya memiliki beberapa organ ujung saraf untuk persepsi stimulus sentuhan, temperatur dan panas. Organ-organ ujung saraf yang mempersepsi rasa sakit adalah serabut non-medula bebas dimana aplikasi stimulus elektrik, termal, kimia, mekanis pada organ-organ ini akan menumbulkan impuls atau gelombang rangsang pada serabut saraf swa-propogasi dengan intensitas merata.
Ini disebabkan karena tiap serabut menaati ‘ hukum semua atau tidak’, yaitu bila ada cukup stimulus untuk merangsang timbulnya impuls, impuls yang timbul biasanya mempunyai pola yang sama dan tidak dapat diperbesar dengan menambah jumlah stimulus. Keparahan rasa sakit yang dialami oleh subjek dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah jumlah serabut saraf yang diaktifkan dan bukan karena perubahan besar umpuls yang diterima serabut saraf.
Stimulus berjalan sepanjang serabut saraf neural ke thalamus, dimana rasa sakit hebat akan dikonduksi oleh serabut saraf perifer yang mempunyai akson berdiameter lebih besar daripada serabut yang mengkonduksi rasa sakit yang samar.
Ambang Rasa Sakit
Istilah ini digunakan dalam diskusi tentang respon terhadap rasa sakit. Pasien dianggap mempunyai ambang batas rasa sakit yang tinggi bila ia hanya memberikan sedikit atau tidak bereaksi terhadap stimulus sakit, sedang pasien dianggap mempunyai ambang batas sakit rendah bila ia cenderung memberi eraksi berlebihan terhadap stimulus yang sama atau yang lebih kecil. Dengan kata lain ambang rasa sakit umumnya berbanding terbalik dengan reaksi terhadap rasa sakit.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rasa Sakit
Faktor yang mempengaruhi rasa sakit juga bervariasi antara individu satu dengan lainnya pada waktu yang berbeda di satu individu yang sama. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat toleransi, yaitu:
1. Psikologis
Jelas terlihat bahwa individu dengan kondisi emosional yang tidak stabil biasanya mempunyai ambang batas rasa sakit yang rendah, memang kita sering tidak menyadari bahwa reaksi kita semua biasanya terpengaruh oleh penilaian kita terhadap prosedur perawatan, operator dan lingkungan. Pada beberapa pasien pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu masih saja mempunyai pengatuh visual dan olfaktori yang dapat membuat ambang batas rasa sakit menurun pada situasi tertentu.
2. Takut dan segan menghadap perawatan
Pasien yang gelisah akan menjadi hiperaktif dan cenderung membesar-besarkan rasa sakit yang dialaminya melebihi kenyataan yang ada. Karena itulah, kita harus berusaha dengan berbagai cara agar pasien sesegera mungkin dapat mempercayai niat baik kita.
3. Kelelahan
Bila badan terasa lelah, ambang batas rasa sakit akan menurun.
4. Usia
Paisn dewasa umumnya dapat mentolerir rasa sakit dengan baik, namum anak-anak sering kali mempunyai ambang batas rasa sakit yang rendah, serta sulit membedakan antara sakit dengan tekanan.
5. Lingkungan praktik
Ini sangat mempengaruhi kondisi pasien. Misalnya dengan adanya musik di lingkungan praktik, seorang dokter dapat menurunkan nilai ambang batas rasa sakit pasien karena musik dapat menyebabkan sinapsis sistem limbik dan thalamus terhambat.
6. Obat penenang
Sedasi pra operatif sepserti diazepam ataupun benzodiazepin yang bekerja pada daerah limbik mengendali respon emosi terhadap nyeri, membuat pasien lebih enak dan kooperatif.
7. Faktor lama kerja
Tergantung jenis anestesi yang digunakan.
8. Operator dan asisten
Menangani pasien dengan penuh pengertian dan meyakinkan pasien bahwa yang dilakukan adalah prosedur biasa yang harus dilakukan.
9. Jenis kelamin dan hormonal
Pria dan wanita mempunyai reaksi terhadap sakit yang berbeda. Wanita umumnya lebih sensitif terhadap rasa sakit, hal ini juga disebabkan oleh hormon estrogen.
10. Ambang rasa sakit
Farmakokinetika Anastesi Lokal
Anestesi lokal jenis ester merupakan obat vasodilatasi yang poten. Prokain, vasodilator paling poten digunakan secara klinis ketika aliran darah perifer terganggu karena injeksi intraarterial tidak sengaja (misalnya tiopental). Tetrakain, klorprokain dan propoksikain juga mempunyai sifat vasodilator yang bervariasi meski tidak sepoten prokain. Kokain adalah satu-satunya anestesi lokal yang mempunyai sidaf vasokonstriksi. Aksi inisiasi kokain tetapi dimulai dengan vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi yang memanjang.
Efek klinis vasodilatasi adalah meningkatkan kecepatan absorpsi ke dalam darah yang kemudian dapat meningkatkan potensi overdosis atau toksisitas. Kecepatan anestesi lokal diabsorpsi ke peredaran darah sistemik dan mencapak level puncak bervariasi tergantung cara pemberian obatnya.
Absorbsi Anastesi Lokal
Oral
Semua anestesi lokal tidak baik diabsorpsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal mengalami first-pass effect di hepar sehingga obat dimetabolisme menjadi metabolit inaktif. Pada tahun 1984, dibuatlah analogi lidokain yaitu focainidin hidroklorid yang efektif secara oral.
Topikal
Anestesi lokal diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda pada membran mukosa yang berbeda. Pada mukosa trakea, absorpsi yang terjadi hampir sama dengan pada pemberian secara intravena. Pada mukosa faring, absorpsi lebih lambat dan pada mukosa esofagus dan kandung kemih, absorpsi lebih lambat dari aplikasi topikal di faring.
Injeksi
Kecepatan absorpsi anestesi lokal pada pemberian secara parenteral (subkutan, intramuskuler atau intravena) tergantung pada vaskularisasi tempat injeksi dan vasoaktivitas obat. Pemberian anestesi lokal secara intravena merupakan cara pemberian yang memungkinkan kadar obat dalam darah mempunyai level yang paling tinggi dalam waktu yang cepat. Cara ini digunakan secara klinis untuk menajemen disritmia ventrikel. Cara pemberian IV dapat mengakibatkan reaksi toksisitas yang serius.
Distribusi Anastesi dalam Tubuh
Ketika anestesi lokal masuk ke peredaran darah, mereka didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Organ yang highly perfused: otak, kepala, hepar, ginjal, paru-paru, limpa.
Otot rangka meski tidak terlalu highly perfused mempunyai konsentrasi terbesar karena jumlahnya paling banyak.
Persentase cardiac output pada beberapa sistem organ :
Ginjal 22 %
GIT, limpa 21 %
Otot rangka 15 %
Otak 14 %
Kulit 6 %
Hepar 6 %
Tulang 5 %
Otot jantung 3 %
Lain-lain 8 %
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar anestesi lokal dalam darah:
- Kecepatan absorpsi
- Kecepatan distribusi obat (lebih cepat pada orang sehat daripada pada pasien medically compromised)
- Eliminasi obat melalui proses metabolisme dan ekskresi
Metabolisme tubuh terhadap Anastesi Lokal
- Toksisitas tergantung pada keseimbangan absorpsi dengan metabolisme
- Ester: hidrolisis di plasma dengan bantuan enzim pseudokolinesterase
- Sebagai contoh klorprokain, prokain dan tetrakain berturut-turut mempunyai kecepatan hidrolisis 4,7; 1,1 dan 0,3 (hmol/ ml/ hr)
- Makin cepat kecepatan hidrolisis, makin kecil potensi toksisitas anestesi lokal
- Biotransformasi anestesi lokal amida lebih kompleks daripada golongan ester
- Organ metabolisme lidokain, mepivakain, artikain, etidokain, bupivakain: hepar sedangkan prilokain dimetabolisme di hepar dan paru-paru
- Fungsi hati yang normal merupakan faktor penting pada proses metabolisme
Hubungan Proses Eksresi dengan Anastesi Lokal
Organ utama proses ekskresi adalah ginjal
- Ester --> sejumlah besar dimatebolisme sehingga hanya sejumlah kecil yang tidak mengalami perubahan
- Amida --> karena lebih kompleks maka bentuk asalnya dapat ditemukan lebih besar di urin
- Fungsi ginjal yang sehat juga faktor yang berperan penting pada proses ekskresi
Farmakodinamika Anastesi Lokal
Sistem saraf pusat (CNS)
- Depresi
- Pada konsentrai rendah (terapeutik, nontoksik) --> tidak ada efek pada CNS yang signifikan
- Konsentrasi tinggi ( toksik, oveerdosis) --> konvulsi tonic-klonik general
Sifat antikonvulsi
- Prokain, liidokain, mepivakain, prilokain dan mungkin kokain
- Anestesi lokal dapat menaikkan nilai ambang kejang dengan cara menurunkan eksitabilitas neuron à mencegah atau menghilangkan serangan
- Tanda dan gejala overdosis pertama kali secara klinis terlihat pada CNS
Pengaruh terhadap CNS yang lain:
- Analgesia
- Mood elevation
Sistem kardiovaskuler
- Aksi langsung pada miokardium dan pembuluh darah perifer
- Miokardium - Cara mirip dengan aksi pada nervus perifer, konsentrasi dalam darah naik , kecepatan depolarisasi miokardium turun (menurunkan eksitabilitas miokard, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi)
- Prokain dan lidokain --> manajemen hipereksitabilitas miokard
- Pembuluh darah perifer – Kokain --> vasokonstriksi, yang lain --> vasodilatasi.
- Dilatasi mengakibatkan aliran darah bertambah banyak à absorpsi meningkat; menurunkan durasi aksi anestesi lokal
- Hipotensi adalah efek yang sering terjadi
Tahapan aksi anestesi lokal pada sistem kardiovaskuler
-> Level non-overdosis: tidak atau sedikit kenaikan pada tekanan darah
-> Level mendekati overdosis: hipotensi ringan --> relaksasi otot polos
-> Level overdosis --> hipotensi berat --> kontraksi miokard, CO dan tahanan perifer menurun
-> Level letal: kardiovaskuler kolaps --> vasodilatasi perifer secara masif, sinus bradikardi
Toksisitas lokal jaringan
- Otot rangka: reversibel (2 minggu regenereasi)
- Injeksi IM atrikain, lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain
Sistem respirasi
- Efek ganda
- Level non-overdosis --> relaksasi langsung pada otot polos bronkus
- Level overdosis --> respiratory arrest sebagai akibat dari depresi CNS general
Lain-lain:
- Blokade neuromuskuler: blok transmisi neuromuskuler, inhibisi sodium channel pada membran sel, paralisis berkepanjangan
- Interaksi obat: opioids, obat antiansietas, fenotiazin dan barbiturat
- Malignant hyperthermia: kelainan herediter --> takikardi, takipnea, tekanan darah labil, sianosis, asidosis metabolik, demam > 42° , kematian.
- Depresi
- Pada konsentrai rendah (terapeutik, nontoksik) --> tidak ada efek pada CNS yang signifikan
- Konsentrasi tinggi ( toksik, oveerdosis) --> konvulsi tonic-klonik general
Sifat antikonvulsi
- Prokain, liidokain, mepivakain, prilokain dan mungkin kokain
- Anestesi lokal dapat menaikkan nilai ambang kejang dengan cara menurunkan eksitabilitas neuron à mencegah atau menghilangkan serangan
- Tanda dan gejala overdosis pertama kali secara klinis terlihat pada CNS
Pengaruh terhadap CNS yang lain:
- Analgesia
- Mood elevation
Sistem kardiovaskuler
- Aksi langsung pada miokardium dan pembuluh darah perifer
- Miokardium - Cara mirip dengan aksi pada nervus perifer, konsentrasi dalam darah naik , kecepatan depolarisasi miokardium turun (menurunkan eksitabilitas miokard, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi)
- Prokain dan lidokain --> manajemen hipereksitabilitas miokard
- Pembuluh darah perifer – Kokain --> vasokonstriksi, yang lain --> vasodilatasi.
- Dilatasi mengakibatkan aliran darah bertambah banyak à absorpsi meningkat; menurunkan durasi aksi anestesi lokal
- Hipotensi adalah efek yang sering terjadi
Tahapan aksi anestesi lokal pada sistem kardiovaskuler
-> Level non-overdosis: tidak atau sedikit kenaikan pada tekanan darah
-> Level mendekati overdosis: hipotensi ringan --> relaksasi otot polos
-> Level overdosis --> hipotensi berat --> kontraksi miokard, CO dan tahanan perifer menurun
-> Level letal: kardiovaskuler kolaps --> vasodilatasi perifer secara masif, sinus bradikardi
Toksisitas lokal jaringan
- Otot rangka: reversibel (2 minggu regenereasi)
- Injeksi IM atrikain, lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain
Sistem respirasi
- Efek ganda
- Level non-overdosis --> relaksasi langsung pada otot polos bronkus
- Level overdosis --> respiratory arrest sebagai akibat dari depresi CNS general
Lain-lain:
- Blokade neuromuskuler: blok transmisi neuromuskuler, inhibisi sodium channel pada membran sel, paralisis berkepanjangan
- Interaksi obat: opioids, obat antiansietas, fenotiazin dan barbiturat
- Malignant hyperthermia: kelainan herediter --> takikardi, takipnea, tekanan darah labil, sianosis, asidosis metabolik, demam > 42° , kematian.
Vasokonstriktor pada Anastesi
a. Kenaikan kecepatan absorpsi anestesi lokal ke dalam sistem kardiovaskuler yang berfungsi untuk mengeliminasi obat tersebut dari tempat injeksi.
b. Konsentrasi anestesi likal dalam plasma darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko toksisitas.
c. Penurunan kedalaman anestesi dan durasi aksi karena anestesi lokal berdifusi lebih jauh dari tempat injeksi lebih cepat.
d. Meningkatnya perdarahan (bleeding) pada tempat injeksi karena kenaikan perfusi.
Vasokonstriktor adalah obat yang dapat mengkontraksikan pembuluh darah dan mengontrol perfusi jaringan. Vasokonstriktor ditambahkan pada anestesi lokal untuk melawan efek vasodilatasi anestesi lokal karena:
a. Dapat menurunkan perfusi (aliran darah) dari tempat administrasi karena mengkonstriksi pembuluh darah.
b. Absorpsi anestesi lokal ke sistem kardiovaskuler melambat sehingga kadar dalam plasma juga rendah.
c. Meminimalkan resiko toksisitas anestesi lokal karena kadar dalam plasma lebih rendah.
d. Meningkatkan durasi aksi anestesi lokal
e. Menurunkan perdarahan pada tempat injeksi sehingga berguna saat prosedur pembedahan untuk mengantisipasi perdarahan.
Klasifikasi obat simpatomimetik dari struktur kimiawinya tergantung dengan ada tidaknya nucleus katekol. Obat simpatomimetik terdiri atas gugus hidroksil (OH) pada cincin aromatic ke tiga dan ke empat. Jika mengandung gugus amin (NH2) pada cincin alifatik disebut katekolamin. Epinefrin, norepinefrin dan dopamine merupakan katekolamin alami pada system saraf simpatik. Isoproterenol dan levonordefrin merupakan katekolamin sintetik. Contoh non-katekolamin antara lain amfetamin, methamfetamin, efedrin, mephentermine, metaraminol, methoxamine dan phenylephrine.
Cara kerja:
Ada tiga kategori simpatomimetik amine: direct-acting group (grup aksi langsung), indirect-acting group (grup aksi tidak langsung) dan mixing-acting drugs (aksi campuran).
Reseptor adrenergik
Reseptor adrenergik ditemukan pada kebanyakan jaringan tubuh. Aktivasi reseptor oleh obat simpatomimetik biasanya menghasilkan respon yang melibatkan kontraksi otot polos pada pembuluh darah (vasokonstriksi). Aktivasi reseptor beta menyebabkan relaksasi otot polos (vasodilatasi dan bronkodilatasi) dan stimulasi kardiak (meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi).
Beta-1 ditemukan di jantung dan usus halus dan bertanggung jawab untuk stimulasi kardiak dan lipolisis sedangkan beta-2 ditemukan di bronkus, pembuluh kapiler dan uterus menyebabkan bronkodilatasi dan vasodilatasi.
Pelepasan katekolamin
Obat simpatomimetik seperti tyramine dan amphetamine beraksi langsung menyebabkan pelepasan katekolamin norepinefrin dari tempat penyimpanan pada terminal saraf adrenergik.
Larutan Vasokonstriktor
Larutan vasokonstriktor biasanya dinyatakan sebagai rasio (misalnya 1 hingga 1000, ditulis sebagai 1:1000).
Konsentrasi 1:1000 diartikan bahwa ada 1 gram (atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 1000 ml larutan.
Sehingga larutan 1:1000 mengandung 1000 mg dalam 1000 ml atau larutan 1,0 mg/ ml (1000 mug/ ml).
Larutan vasokonstriktor yang digunakan serta dalam larutan anestesi pada praktik dental biasanya lebih encer. Untuk menghasilkan konsentrasi 1:10.000, 1 ml dari larutan 1:1000 ditambahkan dengan 9 ml pelarut (misalnya air steril) sehingga menjadi 1:10.000 = 0,1 mg/ ml.
Untuk menghasilkan larutan dengan konsentrasi 1:100.000, 1 ml larutan 1:10.000 ditambahkan dengan 9 ml pelarut sehingga menjadi 1: 100.000 = 0,01 mg/ ml. Cara ini dilakukan seterusnya jika menginginkan pengenceran.
Epinefrin digunakan luas sebagai penambah anestesi local sejak tahun 1897. Meskipun epinefrin merupakan vasokonstriktor yang paling sering digunakan di kedokteran dan kedokteran gigi, epinefrin bukan merupakan obat yang ideal. Epinefrin diabsorpsi dari tempat injeksi. Kenaikan kadar epinefrin dalam plasma tergantung pada dosis secara linier dan bertahan beberapa menit hingga beberapa jam.
Pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler dan penyakit tiroid, efek samping epinefrin yang diabsorpsi harus diperhatikan. Bagaimanapun, meski operator sudah melakukan tindakan pencegahan yang standar seperti aspirasi dan injeksi perlahan, epinefrin secukupnya dapat diabsorpsi sehingga mengakibatkan reaksi simpatomimetik seperti ketakutan, takikardi, berkeringat dan palpitasi yang diistilahkan sebagai “reaksi epinefrin”.
Administrasi intravaskuler vasokonstriktor dan administrasi pada individu yang “sensitif” atau adanya interaksi obat-obat yang tidak terantisipasi dapat mengakibatkan manifestasi klinis yang signifikan. Manifestasi klinis yang sering terjadi antara lain gangguan ritme occasional dan PVC (premature ventricular contraction).
Vasokonstriktor lain yang digunakan di kedokteran dan kedokteran gigi lainnya antara lain norepinefrin, fenilefrin, levonordefrin dan oktapresin. Norepinefrin, dengan aksi 2 lemah menghasilkan vasokonstriksi peripheral yang hebat dengan kenaikan tekanan darah yang dramatis. Norepinefrin yang digunakan sebagai vasopresor di kedokteran gigi tidak dianjurkan.
Campuran epinefrin dan norepinefrin sangat tidak dianjurkan, bahkan dihindari. Fenilefrin, agonis -adrenergik murni secara teoritis memiliki keuntungan diantara vasokonstriktor. Epinefrin tetap menjadi vasokonstriktor yang paling efektif dan paling digunakan di kedokteran dan kedokteran gigi.
Farmakologi Agen Vasoconstrictor Spesifik
Epinefrin
Dinamika kardiovaskuler
• Meningkatkan tekanan sistolik dan diastolic
• Meningkatkan cardiac output
• Meningkatkan volume stroke
• Meningkatkan denyut jantung
• Meningkatkan kekuatan kontraksi
• Meningkatkan konsumsi oksigen pada miokardiak
• Secara umum semua aksi tersebut menyebabkan penurunan efisiensi jantung
Penggunaan epinefrin secara klinis
Manajemen reaksi alergi akut
Manajemen bronkospasme
Manajemen cardiac arrest
Vasokonstriktor pada hemostasis
Vasokonstriktor pada anestesi local, untuk menurunkan absorpsi pada system kardiovaskuler, meningkatkan kedalaman anesthesia dan meningkatkan durasi anestesi serta membangkitkan midriasis.
Sediaan di kedokteran gigi:
Epinefrin merupakan vasokonstriktor yang paling poten dan dipergunakan secara luas di kedokteran gigi.
Dosis maksimum: larutan dengan konsentrasi paling sedikit yang menghasilkan control nyeri efektif harus digunakan. AHA (American Heart Association) tidak melarang penggunaan vasokonstriktor pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler selama aspirasi awal, agen disuntikan perlahan dan dosis minimal digunakan. Selain itu AHA merekomendasikan pembatasan epinefrin pada anestesi lokal ketika diadministrasikan pada pasien dengan penyakit jantung iskemik.
Norepinefrin
Dinamika kardiovaskuler
Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik
Penurunan denyut jantung
Penurunan cardiac output yang tidak signifikan
Kenaikan volume stroke
Peningkatan tahanan perifer total
Levonordefrin
Phenylephrine Hydrochloride
Dinamika kardiovaskuler
Meningkatkan tekanan sistolik dan diastolik
Refeks bradikardi
Penurunan sedikit cardiac output
Vasokonstriksi kuat (kebanyakan kapiler vasokonstriksi, tahanan perifer naik signifikan), tetapi tanpa adanya kongesti vena
Jarang dihubungkan dengan disritmia cardiak
Felipresin
Faktor yang berpengaruh terhadap pemillihan vasokonstriktor:
Lamanya prosedur dental
Anestesi lidokain 2% pada jaringan keras 10 menit, dengan penambahan 1:50.000, 1:80.000, 1:80.000 atau 1:200.000 epinefrin dapat diperpanjang hingga 60 menit. Penambahan vasokonstriktor pada prilokain tidak meningkatkan durasu efektif klinis secara signifikan. Prilokain 4% setelah injeksi blok memberikan anestesi sekitar 40-60 menit. Injeksi infiltrasi prilokain 4% sekitar 10-15 menit untuk anestesi pulpa, penambahan epinefrin meningkatkan menjadi 60-90 menit.
Perlu tidaknya hemostasis
Epinefrin efektif untuk mencegah kehilangan banyak darah selama prosedur pebedahan. Kadang menghasilkan eefk vasodilatasi rebound yang memungkinkan terjadinya perdarahan posoperatif dan penyembuhan luka.
Status medik pasien
Pasien dengan penyakit kardiovaskuler signifikan (ASA III dan IV)
Pasien dengan penyakit nonkardiovaskuler tertentu (misalnya disfungsi tiroid, diabetes dan sensitivitas sulfat).
Pasien menerima terapi MAO inhibitor, antidepresan trisiklik dan fenotiazin.
Praktikum
Biokimia Gigi dan Saliva
Judul Praktikum kali ini adalah Gigi dan SalivaTujuan praktikum gigi dan saliva ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat yang terdapat dapat gigi dan saliva, dan mengetahui fungsi saliva yang diintergrasikan dalam pencernaan tubuh manusia.
Tinjauan Pustaka
Sebagian besar bahan makanan dikonsumsi dalam bentuk yang tidak segera dapat digunakan oleh organisme karena bahan makanan tersebut tidak dapat diserap dari dalam saluran cerna sebelum terlebih dahulu dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Proses penguraian bahan makanan yang terjadi secara alami menjadi bentuk yang bisa diasimilasi merupakan proses pencernaan (digesti). (Murray, Granner, 1999).
Perubahan kimiawi dalam proses pencernaan diselenggarakan dalam bantuan berbagai enzim hidrolase pada saluran cerna yang mengkatalisasi hidrolisis protein menjadi asam amino, pati menjadi monosakarida, dan triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, gliserol, serta asam lemak. (Murray, Granner, 1999).
Sistem pencernaan atau saluran gastrointestinal sebenarnya adalah suatu saluran yang dimulai dari mulut sampai pada pelepasan. Bahan makanan yang terdapat dalam saluran itu sebenarnya masih ada di luar tubuh. Bahan itu akan masuk dan merupakan bagian dari tubuh apabila bahan tersebut sudah menembus dinding saluran atau diabsorbsi oleh dinding intestin. (Martoharsono, Mulyono, 1978).
Proses pencernaan berawal di dalam rongga mulut. Saliva yang disekresikan oleh glandula salivarius (kelenjar liur), terdiri atas air sekitar 99,5 persen. Saliva berfungsi sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Penambahan air pada makanan yang kering akan memberikan media untuk melarutkan molekul makanan dan di dalam media ini, enzim-enzimhidrolase dapat memulai proses pencernaan.
Gerakan mengunyah berfungsi untuk memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya dan memperluas daerah permukaan bagi kerja enzim. Saliva juga merupakan sarana untuk mengekskresikan obat-obat tertentu (misalnya etanol dan morfin), ion-ion organik seperti K+, Ca2+, HCO3-, tiosianat (SCN-) serta yodium dan imunoglobin (IgA). (Murray, Granner, 1999).
Nilai pH saliva biasanya berkisar sekitar 6,8, kendati dapat bervariasi pada salah satu dari kedua sisi netralitas tersebut. (Murray, Granner, 1999).
Rongga mulut mengandung saliva yang disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva: kelenjar parotis, submaksillaris dan sublingualis. (Martoharsono, Mulyono, 1978). Saliva mengandung amilase dan lipase. Amilase salivarius mampu menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa; namun demikian, makna kemampuan ini tidak begitu penting di dalam tubuh karena waktu kontak enzim tersebut dengan makanan sangat singkat.
Enzim amylase salivarius dapat dihilangkan keaktifannya dengan cepat pada pH 4,0 atau kurang, sehingga kerja enzim tersebut untuk mencernakan makanan dalam mulut segera akan berhenti di dalam suasana lambung yang asam. Pada banyak binatang, enzim lipase salivarius sama sekali tidak dijumpai.
Enzim lipase lingual disekresikan oleh permukaan dorsal lidah (kelenjar Ebner), namun sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa enzim tersebut tidak mempunyai arti penting pada manusia jika dibandingkan dengan tikus atau mencit, di mana lipase lingual merupakan satu-satunya lipase preduodenal. (Murray, Granner, 1999).
Amilase (atau sering disebut diastase) adalah nama enzim yang dapat menghidrolisis amilum. Sekurang-kurangnya ada tiga jenis amylase yaitu -amilase, -amilase dan gluko-amilase.
Hasil hidrolisis enzimatik ini berupa sakarida yang sederhana dan dextrin. Tergantung dari tingkat hidrolisis amilum maka dextrin yang terbentuk memmiliki barat molekul yang berbeda-beda. Makin lama dextrin yang terbentuk, makin kecil berat molekulnya. Reaksi khusus yang dipergunakan untuk mengetahui tingkat hidrolisis tersebut di atas adalah larutan yod. (Martoharsono, Mulyono, 1978).
Gigi geligi merupakan jaringan termineralisasi yang komposisi anorganiknya terdiri atas hidroksi apatit dan komposisi organiknya berupa amelogenin dan kolagen. Pada manusia, gigi terdiri atas jaringan keras dan jaringan lunak. Jaringan keras yang menyususn gigi adalah email (enamel), dentin dan cementum. Sedangkan jarinan lunak paada gigi adalah pulpa yang memiliki banyak pembuluh darah dan saraf.
Email merupakan lapisan terluar dari gigi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kerusakan mekanik dan berfungsi pada penunjang mekanik yang dalam hal ini berupa mastikasi (pengunyahan). Dentin adalah lapisan penyusun utama gigi yang bersifat elastic cushion (bantalan elastik). Sedangkan cementum memberikan anchorage (penjangkaran) dan perlekatan pada membran periodontium. (DSC Biokimia FKG UGM, 2004).
Hidroksi apatit merupakan apatit biologis. Kalsium hidroksiapatit memiliki rumus empirik Ca10(PO4)6OH. Komposisi kimiawi email dan dentin manusia tercantum dalam tabel. (DSC Biokimia FKG UGM, 2004).
Tabel Komposisi Kimiawi Email dan Dentin Manusia
Komposisi tersebut sangat bergantung pada spesies dan umur
Polisakarida
Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada mono dan oligosakarida, Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang menagdung senyawa lain disebut heteropolisakarida.
Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak memiliki rasa manis dan tidak memiliki sifat mereduksi. Berat molekut polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid. beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilim, glikogen, dekstrin dan selulosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Amilum
Polisakarida ini terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik.
Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah lembayung. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amylase. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amylase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amylase, amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk maltosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Dekstrin
Pada reaksi hidrolisis parsial, amilum terpecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang dikenal dengan nama dekstrin. jadi dekstrin adalah hasil antara proses hidrolisis amilum sebelum terbentuk maltosa. tahap-tahap dalam proses hidrolisis amilum serta warna yang terjadi pada reaksi dengan iodium adalah sebagai berikut :
Pembentukan Osazon
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazina berlebih.
Osazon yang terjadi mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing karbohidrat. Hal ini sangat penting karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi karbohidrat dan merupakan salah satu cara untuk membedakan beberapa monosakarida, misalnya antara glukosa dan galaktosa yang terdapat dalam urine wanita dalam masa menyusui. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Pada reaksi antara flukosa dengan fenilhirazina, mula-mula terbentuk D-glukosafenilhidrazon, kemudian reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon. Glukosa, fruktosa dan amanosa dengan fenilhidrazon menghasilkan osazon yang sama. Dari struktur ketiga monosakarida tersebut tampak bahwa posisi gugus –OH dan atom H pada atom karbon nomor 3,4, dan 5 sama. Dengan demikian osazon yang terbentuk memiliki struktur yang sama. (McGilvery&Goldstein, 1996).
Alat dan Bahan
Alat. Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, lampu spiritus, penjepit tabung, gelas ukur, pipet tetes, corong, kertas saring, labu elenmeyer, penangas air, dan mikroskop cahaya.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan gigi, larutan NH4OH, asam asetat panas 2%, larutan HNO3 pekat, ammonium molibdat, kalium oksalat, HCl encer, larutan BaCl2, larutan NaCl 0,2%, amilum, pereaksi yod, dan pereaksi benedict.
Metode Pengerjaan
Mula-mula sebelum pengujian dilakukan, dibuat terlebih dahulu preparasi sampel gigi. Caranya cairan gigi dibuat dengan cara gigi direndam di dalam HNO3 encer 10%. Pengujian dilakukan sehari sesudahnya atau pada praktikum selanjutnya.
1. Uji Fosfat dan Kalsium
2 mL cairan gigi ditambahkan 3 mL NH4OH kemudian didihkan. Setelah itu larutan disaring. Endapan yang terjadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain dan ditambahkan asam asetat 2% sebanyak 1 mL.
Untuk uji Fosfat, pada tabung pertama dimasukkan 2 mL cairan gigi, 3 tetes HNO3 pekat dan 3 tetes ammonium molibdat. Setelah itu, larutan tersebut dididihkan dan diamati perubahan yang terjadi.
Untuk uji Kalsium, pada tabung kedua dimasukkan cairan gigi sebanyak 2 mL dan tiga tetes kalium oksalat. Setelah itu diamati perubahan yang terjadi.
2. Uji Klorida
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan cairan gigi sebanyak 1 mL, HNO3 pekat 2 mL dan AgNO3 1 mL. Setelah perlakuan ini, diamati perubahan yang terjadi. Kemudian larutan ditambahkan NH4OH hingga berlebihan. Amati lagi perubahan yang terjadi.
3. Daya Amilolitik Saliva
Mula-mula kumur-kumurlah dengan air bersih, kemudian dengan NaCl 0,2% sebanyak 20 mL. Hasil kumuran dengan NaCl ditampung dalam sebuah labu gojok. Kemudian digojok dan disaring sehingga diperoleh saliva encer.
Tabung 1. Sebanyak 3 mL saliva dididihkan dengan lampu spiritus, dan segera didinginkan. Kemudian ditambahkan amilum 1% sebanyak 2 mL dan aquades 1 mL. Tabung reaksi tersebut ditempatkan dalam penangas air pada suhu 37oC selama 10 menit. Setelah itu diamati perubahan yang trerjadi. Kemudian diuji dengan uji Yod.
Tabung 2. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 3 mL saliva, 1 mL aquades, 2 mL amilum 1% dan 2,5 mL HCl encer. Tabung reaksi tersebut ditempatkan pada penangas air bersuhu 37oC selama 10 menit. Dan setelah itu larutan diuji dengan uji Yod.
Tabung 3. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 3 mL saliva, 1 mL aquades, dan 2 mL amilum 1%. Tabung reaksi tersebut ditempatkan pada penangas air bersuhu 37oC selama 10 menit. Dan setelah itu larutan diuji dengan uji Yod. Setelah uji Yod hasilnya negatif, larutan diuji dengan uji Benedict dan terakhir dengan uji Osazon.
Hasil dan Pembahasan
1. Uji Fosfat
Hasil :
Pada tabung reaksi setelah penambahan HNO3 pekat terdapat endapan kuning.
Sebelumnya pada preparasi untuk uji fosfat dan kalsium asam asetat yang ditambahkan berfungsi untuk melarutkan endapan Ca-Mg-fosfat. Asam nitrat pekat yang ditambahkan berfungsi untuk melepaskan asam fosfat menjadi asam fosfat.
Setelah panambahan ammonium molibdat, P yang terlepas berikatan menjadi ammonium fosfomolibdat. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut DSC Biokimia 2004 yang menyatakan bahwa gigi memiliki kandungan fosfat.
2. Uji Kalsium
Hasil :
Pada uji Kalsium diperoleh hasil warna putih keruh dan terdapat endapan putih pada dasar tabung.
Endapan putih tersebut adalah kalsium oksalat. Ion Ca+ dapat menggeser ion K+ yang terdapat dalam kalium oksalat. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut DSC Biokimia 2004 yang menyatakan bahwa gigi memiliki kandungan kalsium.
3. Uji Klorida
Hasil :
Pada tabung terdapat warna putih keruh setelah penambahan AgNO3 dan setelah penambahan ammonia berlebihan, larutan menjadi jernih kembali.
HNO3 berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl berikatan dengan Ag+ membentuk AgCl (endapan). Endapan putih tersebut akan larut kembali (larutan menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang bersifat basa. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut DSC Biokimia 2004 yang menyatakan bahwa gigi memiliki kandungan klorida yang jumlahnya relatif sedikit.
4. Daya Amilolitik Saliva
Hasil :
Tabung 1. Warna larutan setelah diuji dengan yod tidak menimbulkan reaksi apapun. Warna larutan yang terjadi tetap seperti warna yod.
Tabung 2. Setelah diuji dengan larutan yod warna larutan menjadi hijau lumut (belum sama dengan warna yod)
Tabung 3. Setelah diuji yod, warnanya menjadi merah. Pada pengujian selanjutnya yaitu uji Benedict, warna yang terjadi adalah hijau. Dan pada pengujian terakhir yaitu uji Osazon, kristal yang terjadi tidak dapat terlihat di mikroskop.
Pada tabung pertama, larutan tidak menunjukkan hasil positif dengan pereaksi yod karena, enzim amylase yang terdapat pada saliva sudah rusak oleh pengaruh suhu yang terlalu tinggi (pemanasan).
Itulah sebabnya meskipun dimasukkan ke dalam penangas air, tidak akan terjadi reaksi apapun. Pada tabung kedua, warna hijau yang terjadi adalah juga merupakan pengaruh dari asam klorida HCl yang pada manusia ditemukan pada lambung.
Pada pH rendah dalam lambung, enzim amylase tidak dapat berfungsi menghidrolisis sakarida (amilum). Sedangkan pada tabung ketiga, hasil yang terjadi kurang sesuai dengan harapan, sebab kemungkinan amilum yang dipakai terlalu sedikit dan tahap hidrolisis yang terjadi belum sampai pada tahap monosakarida (glukosa).
Hasil yang seharusnya didapatkan adalah dengan pengujian yod, adalah warna larutan menjadi sama dengan warna yod dengan melalui proses perubahan warna tertentu. Perubahan warna tersebut merupakan hasil antara hidrolisis amilum menjadi glukosa yang melalui tahap hidrolisis menjadi dekstrin. Sehingga dengan uji Benedict, akan terdapat endapan merah bata dan dengan uji Osazon terdapat kristal-kristal glukosa.
Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa proses pencernaan berawal di dalam rongga mulut yang dikatalis dengan enzim amilase yang terdapat di dalam saliva. Selain itu kadar hidrolisis amilum akan semakin sempurna jika kontak permukaan substrat dengan enzim tersebut makin lama. Kerja enzim amylase tersebut sangat spesifik terbukti dengan tidak adanya reaksi pada penambahan HCl dan pemanasan. Itu berarti enzim amylase memiliki range pH tertentu untuk dapat bekerja optimal. Sedangkan pemanasan dapat merusak struktur enzim yang termasuk protein.
Gigi termasuk jaringan termineralisasi yang memiliki lapisan-lapisan. Komposisinya sebagian besar terdiri atas kalsium dan fosfor, sedangkan kandungan klornya relatif sedikit.
Daftar Pustaka
DSC Biokimia FKG UGM. 2004
Gilvery, Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Airlangga University Press: Surabaya
Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. EGC: Jakarta
Martoharsono, Soeharsono, Mulyono. 1978. Petunjuk Praktikum Biokimia. Team Pengelola Kuliah dan Praktika Biokimia UGM Yogya
Murray, Robert, Granner, Daryl K. 1999. Biokimia Harper. Edisi 24. EGC: Jakarta
Anastesi Lokal dan komplikasi
Anastesi Lokal pada Gigi
Pengertian• obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995))
• obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf sensorik atau serabut saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku Kedokteran Dorland, 1998)
Indikasi:
• Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung
• Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah
• Insidensi morbiditas rendah
• Pasien pulang tanpa pengantar
• Tidak perlu tambahan tenaga terlatih
• Teknik tidak sukar dilakukan
• Persentase kegagalan kecil
• Pasien tidak perlu berpuasa
Kontra Indikasi:
• Pasien menolak / takut/ khawatir
• Infeksi
• Di bawah umur
• Alergi
• Bedah mulut besar
• Penderita gangguan mental
• Anomali lain
Faktor-faktor pemilihan anestesi:
• Area yang dianestesi
• Durasi
• Kedalaman
• Adanya infeksi
• Kondisi pasien
• Umur pasien
• hemostatistika
Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi
1. Ester
2. Amida
3. Hidroksi
KOMPLIKASI LOKAL
KOMPLIKASI SISTEMIK
Komplikasi sistemik jarang ditemui, lebih banyak komplikasi lokal.
1.Overdosis/ toksis
2.Alergi
3.Idiosinkrasi
4.Efek psikologis (sinkop, hiperventilasi)
OVERDOSIS LARUTAN ANESTESI
Faktor-faktor predisposisi
Penyebab
(1)Biotransformasi lambat
(2)Eliminasi lambat
(3)Dosis terlalu besar
(4)Absorbsi tempat injeksi cepat
(5)Intravaskuler injeksi
- Farmakologi (efek pada CVS dan CNS)
- Lidokain
- Kadar dalam darah mug/ml
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Stimulasi --> depresi/ tanpa simulasi --> depresi
(1)Stimulasi korteks serebri : banyak bicara, kegelisahan, ketakutan, kehebohan (excitement), konvulsi
(2)Cortex depresi : letargi (lemas, lesu), ngantuk, tidak sadar (unconciousness)
Setelah stimulasi kortex ringan --> sedikit/ tidak ada kortex depresi
Bila ada konvulsi : depresi cortex + unconsciousness
(3)Stimulasi medulla --> kenaikan tekanan darah, nadi, respirasi
(4)Depresi medulla --> tekanan darah, nadi, respirasi menurun --> arrest
Penanganan
a.Sembuh sendiri (absorbsi semakin menurun)
b.Resusitasi (PABCD)
(1)Posisi trendelenburg, supine
(2)Airway: triple maneuver
(3)Breathing: oksigenasi
(4)Circulation
(5)Definitive care: menenangkan pasien, monitor vital sign, anticonvulsant (diazepam: 5 mg/ menit atau nidazolam: 1 mg/ menit)
OVERDOSIS VASOCONSTRICTOR
Manifestasi klinis
- Gejalanya tidak dapat dibedakan dengan overdosis karena bahan anestesi
- Peningkatan tekanan darah
- Disritmia
- Takut, kecemasan
- Kegelisahan
- Kepala berdenyut-denyut, tremor
- Perspirasi, lemah, pusing, muka pucat
- Kesulitan respirasi, palpitasi (jantung berdebar-debar)
Pencegahan
- Evaluasi/ pemeriksaan sebelum anestesi lokal
- Vasokonstriktor diberikan bila tidak ada kontraindikasi
- Volume seminimal mungkin
- Konsentrasi rendah
- Injeksi pelan
- Aspirasi harus dilakuan
- Seleksi jenis obat yang digunakan
ALERGI DAN REAKSI ANAFILAKSIS
PATOFISIOLOGI
Manifestasi klinis
Dapat ringan – berat, cepat – lambat
Rashes (ruam)
Urtikaria
Angioneuritic edema
Kongesti membran mukosa --> rhinitis, gejala asma
Penanganan
(1)Antihistamin (benadril, 20-50 mg) bertujuan mencegah pelepasan histamin
(2)Epinefrin (0.5 cc, larutan 1:1000)
(3)Aminophylin (0.5 mg) sebagai bronchodilator
(4)Kortison (4-12 mg)
SINKOP
Efek psikologis: stress, emosi, penakut
Refleks vasovagal meningkat
Dilatasi regio splanicus --> bradikardi, tensi meningkat, pucat, keringat dingin, pusing, mual.
Nervus olfaktorius
Nervus olfaktorius atau disebut juga nervus pembau terdistribusi pada membran mukosa regio olfaktori cavitas nasal. Cavitas nasal merupakan daerah yang terletak di sekitar concha nasalis superior hingga septum nasal.
Nervus olfaktorius berasal dari processus sentral sel-sel olfaktorius membran mukosa nasal. Nervus ini membentuk jejaring plexiform pada membran mukosa dan kemudian terkumpul menjadi 20 cabang.
Cabang ini kemudian menembus lamina et foramina cribosa os ethmoidale menjadi dua kelompok, yaitu kelompok lateral dan medial. Nervus ini berakhir pada glomerulus bulbus olfaktorius. Setiap cabang dilindungi selubung duramater dan piamater. Lapisan selubung duramater menghilang di periosteum hidung sedangkan selubung piamater menghilang di neurolemma nervus.
Nervus olfaktorius merupakan nervus tak bermedula dan terdiri atas silinder beraksis dikelilingi oleh selubung. Pusat olfaktori pada korteks dihubungkan dengan rhinencephalon.
Nervus olfactorius berkembang dari sel-sel ektoderm yang ada pada sulci olfactorius. Sel-sel ini mengalami proliferasi dan kemudian diistilahkan sel-sel olfactorius. Akson sel-sel olfactorius berkembang menjadi bulbus olfactorius dan membentuk nervus olfactorius.
Nervus opticu
Nervus opticus atau saraf penglihatan
terdiri atas serabut yang berasal dari sel-sel ganglion retina. Akson
ini berakhir di corpus geniculatum lateral, pulvinar dan colliculus
superior yang membentuk pusat visual primer atau bawah.
Dari sel-sel corpus geniculatum lateral dan serabut pulvinar melewati pusat visual kortikal, terletak pada cuneus dan di sekitar fissura calcarina. Beberapa serabut nervus opticus melewati dari pusat primer ke retina dan berfungsi mengatur perubahan kimiawi pada retina dan juga pergerakan elemen tersebut (sel pigmen dan kerucut).
Terdapat juga beberapa serabut – serabut aferen – berasal dari retina menuju otak yang berfungsi mengatur refleks pupil. Gambar di bawah menunjukkan nervus opticus dan tractus opticus sebelah kiri.
Nervus opticus memiliki kekhususan pada serabut dan sel-sel ganglionnya yang mungkin merupakan tiga seri neuron dari reseptor otak. Akibatnya, nervus opticus berkorespondensi lebih ke serabut traktus di otak daripada nervus kranial yang lain.
Serabut-serabut tersebut melintas ke belakang dan ke arah medial melewati orbita dan foramen opticum menuju commisura opticum dimana serabut tersebut memisah. Serabut campuran dari kedua nervus berlanjut ke tractus opticus, pusat visual primer otak.
Bagian orbital nervus opticus memiliki panjang sekitar 20 – 30 mm dan memiliki sedikit sinuous course yang memungkinkan pergerakan bola mata. Nervus ini diselubungi oeh bagian luar duramater dan selubung dalam arachnoid yang menempel pada sklera dimana serabut nervus menembus sklera dan koroid pada bola mata.
Sedikit di belakang bola mata, arteri sentral retina dengan vena yang menyeratinya menembus nervus opticus dan bersama-sama memvaskularisasi retina. Ketika nervus memasuki foramen opticum, serabut duranya menjadi menyatu dengan lapisan orbital dan foramen opticum. Bagian intercranial nervus opticus memiliki panjang 10 mm.
Chiasma opticum, yang berbentuk quadrilateral, terletak di atas tuberculum sellæ dan di bagian anterior diafragma sellæ. Letak anatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis, di belakangnya dengan tuber cinereum, pada sisi lain dengan substansi perforata anterior. Pada chiasma, nervus opticus memisah. Serabut yang berasal bagian medial tractus dan bagian posterior chiasma tidak memiliki hubungan dengan nervus opticus.
Mereka hanya menyilang chiasma dan berhubungan dengan corpus geniculatum medial di dua sisi; mereka membentuk commisura Gudden. Bagian utama chiasma terdiri atas dua set serabut, menyilang dan tak-menyilang. Serabut yang menyilang lebih banyak, berada di bagian tengah chiasna dan melewati nervus opticus dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Serabut yang tidak menyilang terletak di bagian lateral chiasma dan berlanjut dari nervus satu ke sisi nervus yang sama.
Skema hubungan sentral nervus opticus dan tractus opticus ditunjukkan melalui Gambar di bawah.
Serabut menyilang nervus opticus cenderung terletak di sebelah medial dan serabut tak-menyilang di sebelah lateral. Di tractus opticus, serabut-serabut tersebut lebih menyampur.
Tractus opticus berjalan ke atah belakang dari chiasma opticum melewati tuber cinereum dan spatia perforata anterior menuju pedunculus cerebralis dan berputar oblik melewati permukaan bagian bawahnya. Serabut tersebut berakhir di corpus geniculatum lateral, pulvinar dan colliculus superior.
Serabut itu melekat pada tuber cinereum dan pedunculus cerebralis. Pada regio corpus geniculatum lateral, serabut tersebut memisah menjadi dua cabang. Bagian yang lebih medial dan lebih kecil merupakan bagian commisura Gudden dan berakhir pada corpus geniculatum medial.
Menurut perkembangan dan strukturnya, nervus opticus merupakan perpanjangan substansi otak, daripada nervus cerebrospinal pada umumnya. Ketika melewati otak, nervus ini menerima selubung dari tiga membran cerebral, selubung perineural dari piamater, selubung intermediate dari arachnoid dan selubung luar duramater yang juga berhubungan dengan periosteum ketika melewati foramen opticum.
Selubung ini terpisah satu sama lain melalui kavitas yang berhubungan pada cavitas subdural dan subarachnoid berturut-turut. Selubung paling dalam atau selubung perineural mengirim proses disekitar arteri sentralis retina menuju bagian interior nervus dan memasuki struktur tersebut.
Dari sel-sel corpus geniculatum lateral dan serabut pulvinar melewati pusat visual kortikal, terletak pada cuneus dan di sekitar fissura calcarina. Beberapa serabut nervus opticus melewati dari pusat primer ke retina dan berfungsi mengatur perubahan kimiawi pada retina dan juga pergerakan elemen tersebut (sel pigmen dan kerucut).
Terdapat juga beberapa serabut – serabut aferen – berasal dari retina menuju otak yang berfungsi mengatur refleks pupil. Gambar di bawah menunjukkan nervus opticus dan tractus opticus sebelah kiri.
Nervus opticus memiliki kekhususan pada serabut dan sel-sel ganglionnya yang mungkin merupakan tiga seri neuron dari reseptor otak. Akibatnya, nervus opticus berkorespondensi lebih ke serabut traktus di otak daripada nervus kranial yang lain.
Serabut-serabut tersebut melintas ke belakang dan ke arah medial melewati orbita dan foramen opticum menuju commisura opticum dimana serabut tersebut memisah. Serabut campuran dari kedua nervus berlanjut ke tractus opticus, pusat visual primer otak.
Bagian orbital nervus opticus memiliki panjang sekitar 20 – 30 mm dan memiliki sedikit sinuous course yang memungkinkan pergerakan bola mata. Nervus ini diselubungi oeh bagian luar duramater dan selubung dalam arachnoid yang menempel pada sklera dimana serabut nervus menembus sklera dan koroid pada bola mata.
Sedikit di belakang bola mata, arteri sentral retina dengan vena yang menyeratinya menembus nervus opticus dan bersama-sama memvaskularisasi retina. Ketika nervus memasuki foramen opticum, serabut duranya menjadi menyatu dengan lapisan orbital dan foramen opticum. Bagian intercranial nervus opticus memiliki panjang 10 mm.
Chiasma opticum, yang berbentuk quadrilateral, terletak di atas tuberculum sellæ dan di bagian anterior diafragma sellæ. Letak anatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis, di belakangnya dengan tuber cinereum, pada sisi lain dengan substansi perforata anterior. Pada chiasma, nervus opticus memisah. Serabut yang berasal bagian medial tractus dan bagian posterior chiasma tidak memiliki hubungan dengan nervus opticus.
Mereka hanya menyilang chiasma dan berhubungan dengan corpus geniculatum medial di dua sisi; mereka membentuk commisura Gudden. Bagian utama chiasma terdiri atas dua set serabut, menyilang dan tak-menyilang. Serabut yang menyilang lebih banyak, berada di bagian tengah chiasna dan melewati nervus opticus dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Serabut yang tidak menyilang terletak di bagian lateral chiasma dan berlanjut dari nervus satu ke sisi nervus yang sama.
Skema hubungan sentral nervus opticus dan tractus opticus ditunjukkan melalui Gambar di bawah.
Serabut menyilang nervus opticus cenderung terletak di sebelah medial dan serabut tak-menyilang di sebelah lateral. Di tractus opticus, serabut-serabut tersebut lebih menyampur.
Tractus opticus berjalan ke atah belakang dari chiasma opticum melewati tuber cinereum dan spatia perforata anterior menuju pedunculus cerebralis dan berputar oblik melewati permukaan bagian bawahnya. Serabut tersebut berakhir di corpus geniculatum lateral, pulvinar dan colliculus superior.
Serabut itu melekat pada tuber cinereum dan pedunculus cerebralis. Pada regio corpus geniculatum lateral, serabut tersebut memisah menjadi dua cabang. Bagian yang lebih medial dan lebih kecil merupakan bagian commisura Gudden dan berakhir pada corpus geniculatum medial.
Menurut perkembangan dan strukturnya, nervus opticus merupakan perpanjangan substansi otak, daripada nervus cerebrospinal pada umumnya. Ketika melewati otak, nervus ini menerima selubung dari tiga membran cerebral, selubung perineural dari piamater, selubung intermediate dari arachnoid dan selubung luar duramater yang juga berhubungan dengan periosteum ketika melewati foramen opticum.
Selubung ini terpisah satu sama lain melalui kavitas yang berhubungan pada cavitas subdural dan subarachnoid berturut-turut. Selubung paling dalam atau selubung perineural mengirim proses disekitar arteri sentralis retina menuju bagian interior nervus dan memasuki struktur tersebut.
Nervus trochlearis
Nervus trochlearis
merupakan nervus cranialis yang paling kecil, menginervasi musculus
obliquus superior. Nervus ini muncul dari nucleus yang terletak dasar
aqueductus, berseberangan dengan bagian inferior dari colliculus
inferior.
Dari asalnya inilah, nervus ini berjalan ke anteroinferior melalui tegmentum dan kemudian berjalan ke belakang menuju bagian superior dari velum medulla anterior. Disini, nervus tersebut bersama pasangannya dari arah berseberangan dan muncul dari permukaan velum dari bagian frenulum veli, di balik colliculus inferior.
Nervus trochlearis berjalan melewati pedunculus cerebralis superior dan kemudian berputar ke depan mengelilingi pedunculus cerebralis, di atas pons, menembus duramater pada margin tentorium cerebelli, tepat di posterolateral processus clinoideus posterior dan berjalan ke depan pada dinding lateral sinus cavernosus, di antara nervus occulomotor dan nervus opthalmicus cabang nervus trigeminus.
Nervus trochlearis melewati nervus occulomotor dan memasuki cavum orbita melalui fissura orbitalis superior. Di cavum orbita, nervus ini terletak paling superior dan lebih medial daripada nervus frontalis. Di cavum orbita, nervus ini berjalan ke arah medial, di atas origo musculus levator palpebra superioris dan akhirnya memasuki permukaan orbita musculus obliquus superior.
Pada dinding lateral sinus cavernosus, nervus trochlearis membentuk anastomosis dengan nervus opthalmicus dan dengan pleksus cavernosus simpatik. Di fissura orbitalis superior, nervus ini melepas cabang menuju nervus lacrimalis.
Nervus ini juga melepas cabang recurrent yang berjalan ke posterior diantara lapisan tentorium cerebelli dan terbagi menjadi dua atau tiga filamen yang dapat dilacak sepanjang dinding sinus transversus.
Dari asalnya inilah, nervus ini berjalan ke anteroinferior melalui tegmentum dan kemudian berjalan ke belakang menuju bagian superior dari velum medulla anterior. Disini, nervus tersebut bersama pasangannya dari arah berseberangan dan muncul dari permukaan velum dari bagian frenulum veli, di balik colliculus inferior.
Nervus trochlearis berjalan melewati pedunculus cerebralis superior dan kemudian berputar ke depan mengelilingi pedunculus cerebralis, di atas pons, menembus duramater pada margin tentorium cerebelli, tepat di posterolateral processus clinoideus posterior dan berjalan ke depan pada dinding lateral sinus cavernosus, di antara nervus occulomotor dan nervus opthalmicus cabang nervus trigeminus.
Nervus trochlearis melewati nervus occulomotor dan memasuki cavum orbita melalui fissura orbitalis superior. Di cavum orbita, nervus ini terletak paling superior dan lebih medial daripada nervus frontalis. Di cavum orbita, nervus ini berjalan ke arah medial, di atas origo musculus levator palpebra superioris dan akhirnya memasuki permukaan orbita musculus obliquus superior.
Pada dinding lateral sinus cavernosus, nervus trochlearis membentuk anastomosis dengan nervus opthalmicus dan dengan pleksus cavernosus simpatik. Di fissura orbitalis superior, nervus ini melepas cabang menuju nervus lacrimalis.
Nervus ini juga melepas cabang recurrent yang berjalan ke posterior diantara lapisan tentorium cerebelli dan terbagi menjadi dua atau tiga filamen yang dapat dilacak sepanjang dinding sinus transversus.
Nervus abducent
Nervus abducent
menginervasi musculus rectus lateralis. Serabutnya berasal dari nucleus
kecil yang terletak pada bagian atas fossa rhomboid dekat dengan bagian
tengah dan di bawah colliculus facialis. Nervus ini berjalan ke
inferior dan anterior
melalui pons dan muncul pada sulcus diantara margin inferior pons dan akhir bagian atas pyramid medulla oblongata.
Dari nucleus nervus VI, serabut berjalan melewati fasciculus longitudinal medial menuju nervus occulomotor pada sisi yang berlawanan, menuju musculus rectus medialis. Musculus rectus lateralis pada satu mata dan rectus medialis pada mata yang lain menerima inervasi dari nucleus yang sama.
Gambar di bawah menunjukkan inervasi musculus rectus medialis dan lateralis pada mata. Nervus menembus duramater pada dorsum sellæ os sphenoidale, berjalan melalui incisura (notch) tulang di posterior processus clinoideus dan melewati sinus cavernosus pada sisi lateral arteri carotis internus.
Nervus ini memasuki cavum orbita melalui fissura orbitalis superior, di atas vena opthalmicus yang dipisahkan oleh lamina duramater. Nervus abducent berjalan diantara kedua venter musculus rectus lateralis dan memasuki permukaan mata musculus tersebut.
Di dalam sinus cavernosus, nervus oculomotor, trochlearis dan opthalmicus terletak pada dinding lateral sinus. Nervus abducent terletak pada sisi lateral arteri carotis interna. Nervus ini berjalan melewati fissura orbitalis superior. Setelah melewati fissura orbitalis superior, nervus oculomotor dan opthalmicus bercabang sehingga posisinya berubah.
Pada fissura orbitalis superior, nervus trochlearis dan cabang opthalmicus nervus lacrimalis dan frontalis terletak sedemikian rupa dari medial ke lateral, memasuki cavum orbita di atas otot. Nervus yang lain memasuki orbita diantara kedua venter musculus rectus lateralis. Divisi superior oculomotor terletak paling superior; di bawahnya berturut-turut cabang nasociliais, divisi inferior oculomotor dan nervus abducent terletak paling bawah dari semuanya.
Di dalam cavum orbita, nervus trochlearis, frontalis dan lacrimalis terletak di bawah periosteum. Nervus trochlearis menuju musculus obliquus superior, yang terletak di sebelah frontal musculus levator palpebra superioris. Divisi superior nervus oculomotor terletak di bawah musculus rectus superior sedangkan nervus nasociliaris melewati nervus opticus menuju dinding medial cavum orbita.
Nervus opticus berada di bawah semuanya dikelilingi oleh nervus ciliaris dan bmelepaskan cabang menjadi ganglion ciliaris pada sisi lateralnya. Divisi inferior nervus oculomotor dan nervus abducent terletak di bawah nervus opticus. Nervus abducent terletak di sebelah medial musculus rectus lateralis.
melalui pons dan muncul pada sulcus diantara margin inferior pons dan akhir bagian atas pyramid medulla oblongata.
Dari nucleus nervus VI, serabut berjalan melewati fasciculus longitudinal medial menuju nervus occulomotor pada sisi yang berlawanan, menuju musculus rectus medialis. Musculus rectus lateralis pada satu mata dan rectus medialis pada mata yang lain menerima inervasi dari nucleus yang sama.
Gambar di bawah menunjukkan inervasi musculus rectus medialis dan lateralis pada mata. Nervus menembus duramater pada dorsum sellæ os sphenoidale, berjalan melalui incisura (notch) tulang di posterior processus clinoideus dan melewati sinus cavernosus pada sisi lateral arteri carotis internus.
Nervus ini memasuki cavum orbita melalui fissura orbitalis superior, di atas vena opthalmicus yang dipisahkan oleh lamina duramater. Nervus abducent berjalan diantara kedua venter musculus rectus lateralis dan memasuki permukaan mata musculus tersebut.
Di dalam sinus cavernosus, nervus oculomotor, trochlearis dan opthalmicus terletak pada dinding lateral sinus. Nervus abducent terletak pada sisi lateral arteri carotis interna. Nervus ini berjalan melewati fissura orbitalis superior. Setelah melewati fissura orbitalis superior, nervus oculomotor dan opthalmicus bercabang sehingga posisinya berubah.
Pada fissura orbitalis superior, nervus trochlearis dan cabang opthalmicus nervus lacrimalis dan frontalis terletak sedemikian rupa dari medial ke lateral, memasuki cavum orbita di atas otot. Nervus yang lain memasuki orbita diantara kedua venter musculus rectus lateralis. Divisi superior oculomotor terletak paling superior; di bawahnya berturut-turut cabang nasociliais, divisi inferior oculomotor dan nervus abducent terletak paling bawah dari semuanya.
Di dalam cavum orbita, nervus trochlearis, frontalis dan lacrimalis terletak di bawah periosteum. Nervus trochlearis menuju musculus obliquus superior, yang terletak di sebelah frontal musculus levator palpebra superioris. Divisi superior nervus oculomotor terletak di bawah musculus rectus superior sedangkan nervus nasociliaris melewati nervus opticus menuju dinding medial cavum orbita.
Nervus opticus berada di bawah semuanya dikelilingi oleh nervus ciliaris dan bmelepaskan cabang menjadi ganglion ciliaris pada sisi lateralnya. Divisi inferior nervus oculomotor dan nervus abducent terletak di bawah nervus opticus. Nervus abducent terletak di sebelah medial musculus rectus lateralis.
Nervus accessorius
Nervus accessorius terdiri atas dua bagian, yaitu radiks kranialis dan spinalis.
Radix Kranialis (ramus internus; pars accessories) adalah radiks yang lebih kecil dibandingkan dengan radiks spinalis. Serabut nervus berasal dari nucleus anbiguus dan muncul sebagai empat atau lima filament dari sisi medulla oblongata, di bawah radiks nervus vagus.
Nervus ini berjalan ke arah lateral menuju foramen jugulare, nervus ini berpisah dari radiks spinalis dan menuju permukaan tempat nervus ini terikat, dan terdistribusi menuju cabang nervus vagus nervus faringeus dan nervus lanringeus superior.
Melalui ramus faringeus, nervus ini mensuplai musculus uvulæ and levator veli palatini. Beberapa filamen melanjutkan diri ke batang nervus vagus di bawah ganglion, terdistribusi bersama-sama dengan nervus recurrent dan mungkin juga nervus cardiac.
Radix Spinalis (ramus externus; pars spinal) bertekstur tegar dan serabutnya berawal dari sel-sel motorik pars lateral kolumna anterior substansia grisea medulla spinalis setinggi nervus cervicalis kelima.
Nervus ini melewati funiculus lateralis medulla spinalis, kemudian muncul pada permukaan medulla spinalis dan bergabung membentuk batang tunggal, yang mendaki di antara ligamentum denticulatum dan radiks posterior nervus spinalis; memasukdi kranium melewati foramen magnum, dan kemudian memasuki foramen jugulare, ketika memasuki foramen jugulare, selubung duramater yang menutupi radix spinalis sama dengan selubung yang menutupi nervus vagus, tetapi dipisahkan lipatan arachoid.
Di foramen jugulare, nervus ini bergabung dengan satu atau dua filament radiks kranialis. Atau kadang bergabung sejenak dan kemudian berpisah lagi. Ketika keluar melalui foramen jugulare, nervus ini berjalan ke posterior di anterior vena jugularis interna (66,6% kasus) dan di posterior (33,3% kasus).
Nervus ini kemudian turun menyilang di posterior m. digastricus dan stylohyoideus menuju pars superior m. sternocleidomastoideus; kemudian menembusnya dan berjalan menyilang trigonum posterior leher dan berakhir pada m. trapezius.
Ketika radiks spinalis berjalan di m. sternocleidomastoideus, beberapa filament dilepaskan dan ebrgabung dengan cabang-cabang nervus cervical kedua. Di trigonum posterior, nervus ini bergabung dengan nervus cervicalis kedua dan ketiga, ketika berada di bawah m. trapezius, ia membentuk pleksus dengan nervus cervicalis ketiga dan keempat, dan membentuk serabut pleksus yang terdistribusi pada musculus tersebut.
Radix Kranialis (ramus internus; pars accessories) adalah radiks yang lebih kecil dibandingkan dengan radiks spinalis. Serabut nervus berasal dari nucleus anbiguus dan muncul sebagai empat atau lima filament dari sisi medulla oblongata, di bawah radiks nervus vagus.
Nervus ini berjalan ke arah lateral menuju foramen jugulare, nervus ini berpisah dari radiks spinalis dan menuju permukaan tempat nervus ini terikat, dan terdistribusi menuju cabang nervus vagus nervus faringeus dan nervus lanringeus superior.
Melalui ramus faringeus, nervus ini mensuplai musculus uvulæ and levator veli palatini. Beberapa filamen melanjutkan diri ke batang nervus vagus di bawah ganglion, terdistribusi bersama-sama dengan nervus recurrent dan mungkin juga nervus cardiac.
Radix Spinalis (ramus externus; pars spinal) bertekstur tegar dan serabutnya berawal dari sel-sel motorik pars lateral kolumna anterior substansia grisea medulla spinalis setinggi nervus cervicalis kelima.
Nervus ini melewati funiculus lateralis medulla spinalis, kemudian muncul pada permukaan medulla spinalis dan bergabung membentuk batang tunggal, yang mendaki di antara ligamentum denticulatum dan radiks posterior nervus spinalis; memasukdi kranium melewati foramen magnum, dan kemudian memasuki foramen jugulare, ketika memasuki foramen jugulare, selubung duramater yang menutupi radix spinalis sama dengan selubung yang menutupi nervus vagus, tetapi dipisahkan lipatan arachoid.
Di foramen jugulare, nervus ini bergabung dengan satu atau dua filament radiks kranialis. Atau kadang bergabung sejenak dan kemudian berpisah lagi. Ketika keluar melalui foramen jugulare, nervus ini berjalan ke posterior di anterior vena jugularis interna (66,6% kasus) dan di posterior (33,3% kasus).
Nervus ini kemudian turun menyilang di posterior m. digastricus dan stylohyoideus menuju pars superior m. sternocleidomastoideus; kemudian menembusnya dan berjalan menyilang trigonum posterior leher dan berakhir pada m. trapezius.
Ketika radiks spinalis berjalan di m. sternocleidomastoideus, beberapa filament dilepaskan dan ebrgabung dengan cabang-cabang nervus cervical kedua. Di trigonum posterior, nervus ini bergabung dengan nervus cervicalis kedua dan ketiga, ketika berada di bawah m. trapezius, ia membentuk pleksus dengan nervus cervicalis ketiga dan keempat, dan membentuk serabut pleksus yang terdistribusi pada musculus tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)