Pages

Jumat, 15 Juni 2012

SUMO


Latar Belakang 
Sumo adalah salah satu olahraga tradisional yang telah berusia lebih dari 2000 tahun. Pada awalnya, Sumo adalah ritual untuk menghormati dewa yang telah memberkati pertanian yang ditampilkan bersama tari-tarian di halaman kuil. Kemudian Kaisar mengubah  sumo menjadi salah satu hiburan istana yang hanya dapat ditonton oleh para para bangsawan dan pejabat penting. Barulah pada awal zaman Edo  (tahun 1600-an) teknik dan aturan sumo mulai dirumuskan dan dikembangkan sehingga pertandingan sumo lebih mirip dengan yang ada sekarang.  
sumo-1.jpg
Dohyo
Arena pertandingan sumo biasanya disebut ‘dohyo’, yang panjang sisi-sisinya 570 cm, tingginya 66 cm dan diameter lingkaran pertandingannya 455 cm yang dibuat di atas tanah. Arena pertandingan sumo ini memiliki atap menyerupai atap kuil agama Shinto yang disebut tsuriyane yang beratnya mencapai 6 ton. Di keempat sudut atap tsuriyane ini tergantung jumbai-jumbai raksasa yang melambangkan empat musim di Jepang, yaitu jumbai berwarna hijau  di sisi timur melambangkan haru (musim semi), jumbai berwarna putih di sisi barat melambangkan aki (musim gugur), jumbai berwarna merah di sisi selatan melambangkan natsu (musim panas) dan jumbai berwarna hitam di sisi utara melambangkan fuyu (musim dingin). 
tsuriyane.jpg
Turnamen
Dalam setahun ada enam turnamen besar yang disebut Grand Tournaments. Grand Tournaments ini dilaksanakan 3 kali di Tokyo yaitu bulan Januari, Mei dan September dan masing-masing sekali di Osaka pada bulan Maret, Nagoya pada bulan Juli dan di Fukuoka pada bulan November. Lamanya tiap turnamen adalah 15 hari yang dimulai pada hari Minggu dan diakhiri pada hari Minggu pula. Rikishi (pesumo/ pegulat) pada tingkatan makunouchi dan juryo bertanding 15 kali dengan lawan yang berbeda sekali dalam sehari, sedangkan rikishi pada tingkatan yang lebih rendah yaitu yang berada di tingkat makushita, sandanme, jonidan dan jonokuchi hanya bertanding sebanyak 7 kali (sekali dalam sehari dengan lawan yang berbeda-benda pula). Rikishi pada tingkatan makunouchi dan juryo yang menang minimal 8 kali dan  rikishi pada tingkatan makushita, sandanme, jonidan dan jonokuchi yang menang minimal  4 kali akan dirpomosikan ke tingkat yang lebih tinggi, sedangkan yang kalah akan diturunkan peringkatnya. Rikishi pada tingkatan tertinggi yang dapat memenangkan 13 atau 14 kali pertandingan akan dinayatakan sebagai juara.  
Peringkat
Rikishi profesional berjumlah 700 orang yang peringkatnya disusun menyerupai piramid. Rikishi yang peringkatnya paling rendah ada di dasar piramid sedangkan rikishi yang yang peringkatnya paling tinggi ada di puncak piramid. Pada dasarnya ada 6 peringkat dalam sumo, yaitu :
  1. makunouchi (42 rikishi)                 à tertinggi
  2. juryo (28 rikishi)
  3. makushita (120 rikishi)
  4.  sandanme (200 rikishi)
  5. jonidan (230 rikishi)
  6. jonokuchi (80 rikishi)                      à terendah.
Makunouchi terbagi lagi atas 5 tingkatan dari yang terendah :
  1. maegashira
  2. komusubi
  3. sekiwake
  4. ozeki
  5. yokozuna
 Rikishi pada tingkatan makunouchi dan juryo diberi gelar kehormatan yang disebut sekitori dan menerima gaji. Yokozuna (juara agung) adalah rikishi dalam tingkatan ozeki yang memenangkan Grand Tournaments 2 kali berturut-turut. Dalam setiap pertandingan, penampilannya haruslah konsisten sehingga dianggap pantas untuk dipromosikan menjadi yokozuna menurut kritikus sumo yang tergabung dalam sumo kyokai (The Japan Sumo Association). Posisi yokozuna ini unik karena setelah 300 tahun hanya 68 rikishi saja yang mendapatkan gelar ini. Gelar yokozuna tidak bisa dicabut meskipun pada saat turnamen pemegang gelar yokozuna ini tampil buruk. Kalau penampilan tetap buruk selama beberapa turnamen dia hanya dianggap ingin mengundurkan diri.   
Sumo olahraga ekslusif bangsa Jepang, tapi bukan berarti tak ada rikishi yang berasal dari negara lain. Tahun 1970-an Takimiyama berhasil masuk tingkatan makunouchi. Kemudian  Konishi juga berhasil masuk tingkatan makunouchi dan mencapai tingkatan ozeki. Tahun, 1993, Akebono menjadi orang luar Jepang yang berhasil menjadi yokozuna. Takimiyama, Konishi dan Akebono ketiga-tiganya berasal dari Hawaii. Setalah Akebono, orang luar Jepang lain yang menjadi yokozuna adalah Musashimaru, rikishi yang berasal dari Samoa. Tahun 2004, Asashoryu dari Mongol dianugerahi gelar yokozuna. 
asashoryu.jpg
Pertandingan
Rikishi bertanding hampir-hampir telanjang karena hanya memakai mawashi yang terbuat dari sutra dengan panjang 10 yard dan lebar 2 kaki yang melilit pingggang rikishi 4 sampai 7 putaran. Mawashi ini salah satu bagian terpenting dalam sumo. Rikishi bisa melakukan berbagai macam trik untuk dapat memegang mawashi lawan agar bisa menjatuhkan lawan.   
dohyo-iri.jpg
Sebelum pertandingan dimulai, ada beberapa ritual dan kode etik yang dilakukan para rekishi, salah satunya adalah ritual memasuki arena pertandingan yang dikenal dengan istilah dohyo iri. Ritual ini menjadi keunikan tersendiri dalam sumo. Para rikishi dipanggil ke arena pertandingan dari peringkat terendah sampai peringkat yang lebih tinggi dengan memakai kesho mawashi (apron upacara) yang terbuat dari sutra yang sangat indah dengan bebagai macam motif sulaman dari benang emas yang harganya kira-kira 400 ribu-500 ribu yen, bahkan ada yang harganya 5 juta yen.      
Ritual dohyo iri yang dinanti-nanti tentunya adalah ritual naiknya yokozuna ke atas dohyo. Sebelum yokozuna naik ke atas dohyo, tategyoji naik ke atas dohyo terlebih dahulu. Setelah semua tategyoji berada di atas dohyo, naik seorang rikishi yang akan memimpin ritual dohyo iri.Rikishi ini disebut  tsuzuharai yang akan menyampaikan beberapa pengumuman. Kemudian, yokozuna naik ke atas dohyo iri diikuti oleh seorang rikishi lagi yang membawa katana (pedang) yang dihiasi dengan sangat indah sebagai lambang kekuatan yokozuna. Rikishi yang membawa pedang ini disebut tachimochi. Tsuyuharai dan tachimochi ini harus berasal dari tingkatan makunouchi dan heya yang sama dengan yokozuna. Yokozuna, tsuyuharai dan tachimochi sama-sama memakai kesho mawashi yang mewah. Di pinggang yokozuna juga dililitkan tambang yang digantungi kertas putih yang dilipat-lipat berbentuk zigzag yang beratnya mencapai 14 kg seperti yang terdapat di pintu depan kuil. Istilah yokozuna ini sendiri berasal dari gabungan kata yoko (samping) dan tsuna (tambang).  
Di atas dohyo, yokozuna yang didampingi oleh tsuyuharai dan tachimochi di kiri- kanannya berjongkok di sebelah barat menghadap ke timur. Lalu, merentangkan tangannya dan bertepuk dengan sangat keras. Kemudian, mereka menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dan mengulangi lagi gerakan merentangkan tangan, bertepuk menggosok-gosokkan tangan sekali lagi. Gerakan ini melambangkan penyucian tangan dan tubuh serta mengungkapkan bahwa para rikishi datang tanpa membawa senjata.        
Pertandingan itu sendiri berlangsung sangat cepat sekitar 4 menit saja. Waktu yang 4 menit itu pun banyak dihabiskan untuk berbagai ritual seperti menghentakkan kaki ke dohyo, berjongkok, mengambil ancang-ancang akan menerkam lawan, tapi tidak jadi karena salah satu rikishi tiba-tiba berdiri dari posisi jongkok dan berjalan ke sudut untuk mengambil garam atau melap keringat. Lalu, pertandingan dimulai lagi dari gerakan menghentakkan kaki sampai salah seorang berhasil membuat lawannya menyentuh tanah dengan bagian tubuh, seperti lutut atau ujung jari atau membuat lawannya keluar dari arena lingkaran pertandingan meski seujung jari kaki atau tumitnya. Selama pertandingann rikishi dilarang memukul dengan tinju, menarik rambut, menusuk mata, memukul perut dan merangkul/ memeluk musuh. Karena tidak ada batasan berat badan, ada kemungkinan seorang rekishi bertemu lawan yang berat badannya dua kali berat dirinya. Rikishi yang kalah disebut ‘shinitai’.
Gyoji
Gyoji (wasit) memasuki arena pertandingan memakai kimono dengan model kimono samurai zaman Kamakura dilengkapi topi biksu Shinto yang berwarna hitam. Sama seperti rikishi, gyoji juga mempunyai tingkatan dan hanya tategyoji yaitu gyoji tinkatan tinggi saja yang boleh memimpin pertandingan tingkatan makunouchi dan juryo. Tingkatan gyoji dilihat dari warna kipas dan jumbainya.  
gyoji.jpg
Kehidupan
Para rikishi tinggal di sebuah institusi yang berada dekat dengan arena pertandingan sumo. Institusi ini disebut dengan heya yang secara harfiah berari kamar. Heya ini dilengkapi dengan fasilitas hidup dan latihan yang terdiri dari ruang tidur, dapur, ofuro, ruang pertemuan, dojo (ruang latihan) dan ruang tamu. Saat ini di Jepang ada sekitar 30 heya tempat para rikishi dididik memahimi etiket, disiplin dan sportifitas.
Jika seorang rikishi keluar dari heya dan pergi ke ruang publik, rikishi dapat langsung dikenali dari pakaian yang mereka pakai karena rikishi biasanya memakai kimono (pakaian tradisional Jepang). Rikishi yang berada di tingkatan jonidan dan tingkatan yang lebih rendah diperbolehkan memakai yukata (pakaian tradisional tipis), meski di musim dingin sekalipun. Mereka juga dibolehkan memakai geta yang menimbulkan bunyi ‘tak tak’ ketika berjalan di luar ruangan. Rikishi  di tingkatan sandanme dan makushita diperbolehkan memakai mantel pendek dan sendal zori (sendal jerami). Sedangkan sekitori dibolehkan memakai pakaian yang mereka sukai,  tapi tetap saja memakai pakaian yang relevan dengan kegiatan yang mereka lakukan.
Dalam kehidupan sehari-hari pun ada perbedaan antara rikishi yang berada di tingkatan rendah dengan yang berada di tingkatan sekitori. Di pagi hari, rikishi di tingkatan rendah harus bangun pukul 5 pagi untuk latihan, sedang sekitori bangun pukul 7. Ketika sekitori latihan, ada tugas-tugas tertentu yang harus dikerjakan rikishi yang berada tingkatan rendah seperti memasak, membersihkan dan menyiapkan ofuro (bak mandi khas Jepang) lengkap dengan handuknya untuk sekitori. Pada waktu rikishi di tingkatan sekitori mandi, rikishi pada tingkatan rendah menggosok punggung mereka. Lalu, setelah rikishi di tingkatan sekitori mandi barulah rikishi di tingkatan lebih rendah mandi (berendam) dengan air yang tadi dipakai oleh rikishi di tingkatan sekitori tadi. (baca juga Sento dan Onsen)
Pada saat makan pun, rikishi di tingkatan sekitori makan lebih dulu. Para rikishi ini makan makanan khusus yang dapat mempertahankan dan meningkatkan berat badan rikishi, yaitu chankonabe. Chankonabe ini sejenis sop yang mengandung kalori dan protien tinggi. Chankonabe ini terbuat dari daging ayam, ikan, babi dan sayur-sayuran seperti wortel, lobak, bawang bombai, toge dan tahu. Chankonabe ini dimakan bersama nasi bermangkok-mangkok ditemani segelas besar bir. Pola makan seperti ini dapat membuat rikishi semakin gemuk.    
Di sore hari, rikishi yang berada di tingkatan rendah bersih-bersih dan melakukan pekerjaan rumah lain. Sementara itu, sekitori beristirahat atau melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penggemarnya. Malam hari, sekitori biasanya pergi bersama sponsornya, sedang rikishi di tingkatan rendah tetap di asrama. Aktivitas rikishi yang tingkatan lebih rendah selalu dilakukan setelah rikishi pada tingkatan sekitori melakukannya. Hal ini dapat memacu semanga rikishi yang tingkatannya lebih rendah untuk lebih giat berlatih sehinga dapat cepat naik ke tingkatan yang lebih tinggi.
Dampak negatif cara hidup rikishi yang seperti ini muncul belakangan. Usia hidup rata-rata rikishi  adalah 60-65 tahun, 10 tahun lebih rendah dari usia hidup laki-laki Jepang pada umumnya. Rikishi biasanya menderita penyakit diabetes menahun dan tekanan darah tinggi serta cenderung mendapat serangan jantung. kebanyakan minum alkohol menyebabkan masalah liver dan stres menimbulkan arthritis. Semua itu tak lepas dari berat badan yang jauh dari standar.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sands Casino: NJ Online Casino | 100% Match Bonus
Play at 메리트카지노 Sands Casino and get a 100% match bonus of up to 샌즈카지노 $1000 for 카지노사이트 your first deposit. Play for free at the best online casinos with NJ's top

Posting Komentar